Spiga

Jumat, 19 Desember 2008

DUNIA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA

Dunia pendidikan tinggi menjadi tolak ukur dari keberhasilan sistem pendidikan yang telah diterapkan sejak kanak-kanak. Karena di dunia inilah seorang peserta didik mulai dibenturkan dengan realitas-realitas sosial yang sangat keras dan selalu menuntut hal yang lebih dari peserta didik tersebut. Bisakah lulusan pendidikan tinggi Indonesia menerimanya? Jawabannya ialah sangat sedikit yang dapat bertahan. Ini dapat dilihat berdasarkan sebuah parameter dimana si lulusan pendidikan tinggi mempunyai cara yang inovatif dan kreatif dalam menjalani tugasnya di lingkungan baik itu masyarakat atau di bidang industri sekalipun. Apalagi dengan melihat parameter tingkat pengangguran yang sangat besar.

Unpad sebagai salah satu dari sekian banyaknya institusi pendidikannya pun tidak jauh berbeda dengan institusi Pendidikan lainnya, hanya membuat peserta didik hanya menjadi mesin penghafal ilmu yang kemudian berimplikasi pada peserta didik yang tidak tahu apa-apa tentang persoalan yang ada baik dimasyarakat maupun pada negara, bahkan pada pembukaan undang-undang dasar negara dicantumkan bahwasanya, negara harus “mencerdaskan” kehidupan bangsa, bukan “memintarkan” bangsa. Dari sisi fasilitas Unpad yang menyokong dari untuk kecerdasan anak didik yang kemudian berimplikasi pada inovasi dan kreatifitas anak didik pun masih sangat minim. Kemudian rasio dosen dengan mahasiswa bukan hitungan rasional, bagaimana satu dosen membimbing kurang lebih 50 mahasiswa implikasinya kemudian dosen kurang memonitoring pada tingkat kecerdasan mahasiswanya.
Kadang kita mempunyai impian dan harapan kemudian keyakinan bahwasanya kita dengan melakukan pendidikan maka kita telah mengikuti prasyarat untuk menjadi orang yang berguna yang mampu menyelesaikan segala permasalahan yang ada, namun sebenarnya apakah pernyataan itu kemudian terjadi pada kenyataannya.
Coba renungkan pada diri kita masing-masing apakah kita telah cukup menjadi orang yang berguna paling tidak pada keluarga atau masyarakat disekitar kita. Kenyataan berucap lain bahwasanya pendidikan tidak cukup mempunyai itu, out put pendidikannya masih lemah dalam berkompetisi dengan institusi pendidikan di luar negeri jika kita membandingkan dengan Amerika serikat, Malaysia. Persoalannya bukan pada pendidikan itu sendiri namun lebih pada formasi pendidikan dan metode yang digunakan pun kemudian tidak cukup efektif dalam mencetak peserta didik yang mempunyai kreatifitas, inovasi dalam berfikir atau singkatnya peserta didik tidak dituntut untuk berfikir tentang realita yang terjadi, kemudian pendidikan seolah menjadi dunia tersendiri yang lepas dari kehidupan disekitarnya. Namun lagi-lagi kenyataannya kita memang harus mengenal realita disekitar kita tentang segala persoalan yang menghampiri. Bahkan output pendidikan pun tidak menjamin untuk dapat bersaing terbukti pengangguran banyak. Bahkan kemudian pendidikan mengalami kesengsaraan yang ditimbulkan oleh movemennya sendiri.
Dunia pendidikan tinggi menjadi tolak ukur dari keberhasilan sistem pendidikan yang telah diterapkan sejak kanak-kanak. Karena di dunia inilah seorang peserta didik mulai dibenturkan dengan realitas-realitas sosial yang sangat keras dan selalu menuntut hal yang lebih dari peserta didik tersebut. Bisakah lulusan pendidikan tinggi Indonesia menerimanya? Jawabannya ialah sangat sedikit yang dapat bertahan. Ini dapat dilihat berdasarkan sebuah parameter dimana si lulusan pendidikan tinggi mempunyai cara yang inovatif dan kreatif dalam menjalani tugasnya di lingkungan baik itu masyarakat atau di bidang industri sekalipun. Apalagi dengan melihat parameter tingkat pengangguran yang sangat besar
Unpad sebagai salah satu dari sekian banyaknya institusi pendidikannya pun tidak jauh berbeda dengan institusi Pendidikan lainnya, hanya membuat peserta didik hanya menjadi mesin penghafal ilmu yang kemudian berimplikasi pada peserta didik yang tidak tahu apa-apa tentang persoalan yang ada baik dimasyarakat maupun pada negara, bahkan pada pembukaan undang-undang dasar negara dicantumkan bahwasanya, negara harus “mencerdaskan” kehidupan bangsa, bukan “memintarkan” bangsa. Dari sisi fasilitas Unpad yang menyokong dari untuk kecerdasan anak didik yang kemudian berimplikasi pada inovasi dan kreatifitas anak didik pun masih sangat minim. Kemudian rasio dosen dengan mahasiswa bukan hitungan rasional, bagaimana satu dosen membimbing kurang lebih 50 mahasiswa implikasinya kemudian dosen kurang memonitoring pada tingkat kecerdasan mahasiswanya.
Kadang kita mempunyai impian dan harapan kemudian keyakinan bahwasanya kita dengan melakukan pendidikan maka kita telah mengikuti prasyarat untuk menjadi orang yang berguna yang mampu menyelesaikan segala permasalahan yang ada, namun sebenarnya apakah pernyataan itu kemudian terjadi pada kenyataannya.
Coba renungkan pada diri kita masing-masing apakah kita telah cukup menjadi orang yang berguna paling tidak pada keluarga atau masyarakat disekitar kita. Kenyataan berucap lain bahwasanya pendidikan tidak cukup mempunyai itu, out put pendidikannya masih lemah dalam berkompetisi dengan institusi pendidikan di luar negeri jika kita membandingkan dengan Amerika serikat, Malaysia. Persoalannya bukan pada pendidikan itu sendiri namun lebih pada formasi pendidikan dan metode yang digunakan pun kemudian tidak cukup efektif dalam mencetak peserta didik yang mempunyai kreatifitas, inovasi dalam berfikir atau singkatnya peserta didik tidak dituntut untuk berfikir tentang realita yang terjadi, kemudian pendidikan seolah menjadi dunia tersendiri yang lepas dari kehidupan disekitarnya. Namun lagi-lagi kenyataannya kita memang harus mengenal realita disekitar kita tentang segala persoalan yang menghampiri. Bahkan output pendidikan pun tidak menjamin untuk dapat bersaing terbukti pengangguran banyak. Bahkan kemudian pendidikan mengalami kesengsaraan yang ditimbulkan oleh movemennya sendiri.


Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD Unpad

1 komentar:

Unknown mengatakan...

gw stuju ama yg lu ungkap d atas men (walau mgkin k posting dobel). klo gw ngerasa dunia pndidikan indo (dan bisa dlihat lwat unpad) tuh nunjukkin kegamangan orientasi. maksudnya jadi gak punya tjuan jelas antara ke akademis atau praktis. jadi hasilnya selalu setengah-setengah (atau bahkan kurang).